13.5.12

Adat Istiadat yang Membelenggu Kebudayaan Suku Baduy

Posted by | |


Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka.

Kelompok tangtu (baduy dalam), suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Memiliki kepala adat yang membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi biasa disebut Pu’un. Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.

Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar), mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah.

Kelompok Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).
Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang.
Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri.
“Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung”
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya yang disebut Puun berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong

Suku Badui Dalam

Suku Badui ini terbagi atas 2 bagian yaitu Badui Luar dan Badui Dalam.  Suku Badui Dalam masih sangat tertutup dengan orang asing, orang baru.Dari 400 jumalh penduduknya, terdiri atas 40 kepala keluarga Kajeroan.Mereka tinggal di Tanah Larangan yang teridiri atas 3 desa, yaitu; desa Cibeo, desa Cikertawana, dan desa Cikeusik. Suku Badui Dalam ini merupakan suku aslinya masyarakat Badui. Banyak hal tabu yang diyakini secara ketat di Suku Badui Dalam ini dan sangat terbatas berhubungan dengan dunia luar. Bahkan di era Soeharto yang saat itu akan membangun fasilitas pendidikan demi memajukan anak-anak Baduy sebagai aset masa depan pun, itu ditolaknya. Karena bagi mereka, pendidikan itu berlawanan dengan pola tradisional yang mereka anut. Dengan demikian sangat jarang orang Suku Badui ini yang bisa baca tulis. Suku Badui Dalam sangat kuat mendapatkan pengaruh Islam, namun tidaklah demikian dengan Suku Badui Luar. Mereka hanya menggunakan baju berwana hitam dan biru.

Suku Badui Luar
Orang-orang Suku Badui Luar menganut Agama  Sunda Wiwitan, yang merupakan perpaduan antara paham Hindu dengan kepercayaan masyarakat setempat. Agama ini lebih mirip dengan Kepercayaan Kejawen atau Animisme Kejawen yang banyak mendapatkan pengaruh dari agama Hindu-Budha. Masyarakat Suku Badui Luar merupakan filter bagi masyarakat Suku Badui Dalam. Suku Badui Luar yang memiliki 22 desa ini . Merekapun memiliki sistem yang di tabu kan namun tidaklah seketat di masyarakat Suku Badui Dalam.  Secara umum mereka memberikan peraturan tabu untuk melakukan pembunuhan, mencuri, berbohong, mabuk, makan di malam hari, memakai bunga sebagai asesoris, memakai parfum, menerima pemberian emas atau perak,  memegang uang, memotong rambut, tdk boleh bertani (sawah basah), tidak boleh menggunakan pupuk dan peralatan modern lain untuk  segala pekerjaan di ladang, dll. Namun demikian, Suku Badui Luar lebih bisa menerima orang-orang  dari luar kelompoknya atau orang-orang asing, dan juga lebih bisa menerima konsep-konsep yang lebih modern.  Selain menggunakan baju yang lebih beraneka warna, mereka juga banyak yang merantau dan bekerja di Jakarta, Bandung, dan Bogor. Meski berburu hewan masih dilarang di Suku Badui Dalam, namun masyarakat Suku Badui Luar ini melatih anjing untuk berburu hewan sebagai salah satu makananya.

0 komentar:

Posting Komentar