30.5.12

PDBI Bantul Hip Hip Huu...

Posted by | | 0 komentar

Persatuan Drum Band Indonesia. Masih keinget tahun lalu. Masih terasa rasa capek, kebersamaan, kekompakan kebahagiannya dan lainnya. Yang berawal dari seleksi untuk sebuah kompetisi hingga berujung pada kebahagiaan karena hasil yang cukup memuaskan.
 
Ini nih penampilan pertama, dalam acara Pelantikan Ketua Umum PDBI DIY. Tepatnya tanggal 23 April 2011 lalu. Yang dibawahnya formulir saat seleksi Kejurnas atau PRAPON.






Tempatnya juga sama kayak yang dipakek buat pelntikan ketua umum PDBI DIY.

 Ini apel latihan reguler kita, yang celana merah itu si autis biasa suka gak tertib.
Terus yang pakek biru-biru itu aktu suruh nyambut Bupati Bantul dalam acara syawalan rakyat Bantul, tapi yang ada di foto yang di tengah itu adalah Bapak Idam Samawi yang dipinggir itu ketua PDBI Bantul bapak Edi.



Yang dibawah ini foto waktu band camp di Cebongan Sleman



 Wah bersih ya piring ya.... itu foto diambil waktu acara makan bersama skaligus syukuran atas keberhasilan kami. Terus foto yang di sampingnya itu medali yang berhasil kami bawa pulang, perak dan perunggu. Untuk emas semuanya diraih oleh Kabupaten Sleman.



 Foto kenangan saat dirumah Rizaldi dan Rahmadi si kembar yang selalu akur. Foto ini diambil saat kami akan ikut acara penutupan PORPROV di Maguwoharjo.


 Dan ini nih sosok seorang kembar, yang tengah satu-satunya pemain snare drum cewek.



❤ 16 September 2010 ❤

Posted by | | 0 komentar

My Boy Friend...
Reza Yulio kurniawan...

Cuek, galak, mudah emosi, perhatian, bawel, kebanyakan tanya, sering bikin ulah sama guru terutama tuh guru Geografi, ngeyel, pelit, pinter (lumayan). ƗƗɐƗƗɐ​​​ƗƗɐƗƗɐ​​​ƗƗɐƗƗɐ....

Banyak sih yang gak ngira dan gak percaya aku bisa sama dia. Secara kenal baru 2 bulan, itupun juga jarang banget saling tatapan apalagi ngobrol. Dia cuek abis.... nah sedangkan aku CUPU abis dah....

Semua berawal di facebookku dan kelas X1. Dua puluh bulan sudah  terlewati bersamanya dan semoga dialah orang terakhir, pelabuhan cinta terakhir. ciecie.... sok romantis... ❤

Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Posted by | | 0 komentar



Dia bagai malaikat bagi keluarga kami.
Merengkuh aku, adikku, dan ibu dari kehidupan jalan yang miskin dan nestapa.
Memberikan makanan, tempat berteduh, sekolah dan janji masa depan yang lebih baik.

Dia sungguh bagai malaikan bagi keluarga kami.
Memberikan kasih sayang, perhatian dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun.
Dan lihatah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.

Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami.
Tak pantas.
Maafkan aku, Ibu.
Perasaan kagm, tersepona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.

Sekarang, ketika ku tahu dia boleh jadi tidak menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah...
Biarkan aku luruh ke bumi seperti sehelai daun....
Daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggukan dari tangkai pohonnya.







oleh:
Tere-Leye
darwisdarwis@yahoo.com
www.goodreads.com

13.5.12

Adat Istiadat yang Membelenggu Kebudayaan Suku Baduy

Posted by | | 0 komentar


Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka.

Kelompok tangtu (baduy dalam), suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Memiliki kepala adat yang membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi biasa disebut Pu’un. Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.

Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar), mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah.

Kelompok Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).
Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang.
Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri.
“Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung”
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya yang disebut Puun berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong

Suku Badui Dalam

Suku Badui ini terbagi atas 2 bagian yaitu Badui Luar dan Badui Dalam.  Suku Badui Dalam masih sangat tertutup dengan orang asing, orang baru.Dari 400 jumalh penduduknya, terdiri atas 40 kepala keluarga Kajeroan.Mereka tinggal di Tanah Larangan yang teridiri atas 3 desa, yaitu; desa Cibeo, desa Cikertawana, dan desa Cikeusik. Suku Badui Dalam ini merupakan suku aslinya masyarakat Badui. Banyak hal tabu yang diyakini secara ketat di Suku Badui Dalam ini dan sangat terbatas berhubungan dengan dunia luar. Bahkan di era Soeharto yang saat itu akan membangun fasilitas pendidikan demi memajukan anak-anak Baduy sebagai aset masa depan pun, itu ditolaknya. Karena bagi mereka, pendidikan itu berlawanan dengan pola tradisional yang mereka anut. Dengan demikian sangat jarang orang Suku Badui ini yang bisa baca tulis. Suku Badui Dalam sangat kuat mendapatkan pengaruh Islam, namun tidaklah demikian dengan Suku Badui Luar. Mereka hanya menggunakan baju berwana hitam dan biru.

Suku Badui Luar
Orang-orang Suku Badui Luar menganut Agama  Sunda Wiwitan, yang merupakan perpaduan antara paham Hindu dengan kepercayaan masyarakat setempat. Agama ini lebih mirip dengan Kepercayaan Kejawen atau Animisme Kejawen yang banyak mendapatkan pengaruh dari agama Hindu-Budha. Masyarakat Suku Badui Luar merupakan filter bagi masyarakat Suku Badui Dalam. Suku Badui Luar yang memiliki 22 desa ini . Merekapun memiliki sistem yang di tabu kan namun tidaklah seketat di masyarakat Suku Badui Dalam.  Secara umum mereka memberikan peraturan tabu untuk melakukan pembunuhan, mencuri, berbohong, mabuk, makan di malam hari, memakai bunga sebagai asesoris, memakai parfum, menerima pemberian emas atau perak,  memegang uang, memotong rambut, tdk boleh bertani (sawah basah), tidak boleh menggunakan pupuk dan peralatan modern lain untuk  segala pekerjaan di ladang, dll. Namun demikian, Suku Badui Luar lebih bisa menerima orang-orang  dari luar kelompoknya atau orang-orang asing, dan juga lebih bisa menerima konsep-konsep yang lebih modern.  Selain menggunakan baju yang lebih beraneka warna, mereka juga banyak yang merantau dan bekerja di Jakarta, Bandung, dan Bogor. Meski berburu hewan masih dilarang di Suku Badui Dalam, namun masyarakat Suku Badui Luar ini melatih anjing untuk berburu hewan sebagai salah satu makananya.