20.7.12
Semua ini harus disyukuri
Posted by Diposting oleh Erlin | di 20.34 | 0 komentar
Bagaimana Menurut Kamu??
Posted by Diposting oleh Erlin | di 04.32 | 3 komentar
19.7.12
Kata Mbak KKN itu...
Posted by Diposting oleh Erlin | di 17.29 | 0 komentar
Galau!!!! #Part 3
Posted by Diposting oleh Erlin | di 17.27 | 0 komentar
Menurutku...
Posted by Diposting oleh Erlin | di 17.25 | 0 komentar
Galau!!!! #Part 2
Posted by Diposting oleh Erlin | di 17.22 | 0 komentar
The Soloist #series
Posted by Diposting oleh Erlin | di 17.10 | 0 komentar
Terima kasih banyak.
Kertas dari Steve Lopez
Terima kasih banyak.
Cello dan Biola dari Steve lopez
Terima kasih banyak.
Surat Dari Anak yang Diaborsi
Posted by Diposting oleh Erlin | di 16.16 | 0 komentar
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarrakatuh
25.6.12
Harus Bagaimana?
Posted by Diposting oleh Erlin | di 04.55 | 0 komentar
6.6.12
Aku Dan Perasaanku
Posted by Diposting oleh Erlin | di 03.31 | 1 komentar
Saat kau membelai pipinya
Terasa tersambar petir saat kau bersamany
Aku tak mampu mencegah semuanya
Karena aku bukan siapa-siapa bagimu
30.5.12
PDBI Bantul Hip Hip Huu...
Posted by Diposting oleh Erlin | di 07.07 | 0 komentar
Ini nih penampilan pertama, dalam acara Pelantikan Ketua Umum PDBI DIY. Tepatnya tanggal 23 April 2011 lalu. Yang dibawahnya formulir saat seleksi Kejurnas atau PRAPON.

Tempatnya juga sama kayak yang dipakek buat pelntikan ketua umum PDBI DIY.
Terus yang pakek biru-biru itu aktu suruh nyambut Bupati Bantul dalam acara syawalan rakyat Bantul, tapi yang ada di foto yang di tengah itu adalah Bapak Idam Samawi yang dipinggir itu ketua PDBI Bantul bapak Edi.
Yang dibawah ini foto waktu band camp di Cebongan Sleman
Wah bersih ya piring ya.... itu foto diambil waktu acara makan bersama skaligus syukuran atas keberhasilan kami. Terus foto yang di sampingnya itu medali yang berhasil kami bawa pulang, perak dan perunggu. Untuk emas semuanya diraih oleh Kabupaten Sleman.

Dan ini nih sosok seorang kembar, yang tengah satu-satunya pemain snare drum cewek.
❤ 16 September 2010 ❤
Posted by Diposting oleh Erlin | di 06.24 | 0 komentar
Reza Yulio kurniawan...
Cuek, galak, mudah emosi, perhatian, bawel, kebanyakan tanya, sering bikin ulah sama guru terutama tuh guru Geografi, ngeyel, pelit, pinter (lumayan). ƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐ....
Banyak sih yang gak ngira dan gak percaya aku bisa sama dia. Secara kenal baru 2 bulan, itupun juga jarang banget saling tatapan apalagi ngobrol. Dia cuek abis.... nah sedangkan aku CUPU abis dah....
Semua berawal di facebookku dan kelas X1. Dua puluh bulan sudah terlewati bersamanya dan semoga dialah orang terakhir, pelabuhan cinta terakhir. ciecie.... sok romantis... ❤
Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
Posted by Diposting oleh Erlin | di 05.48 | 0 komentar
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami.
Merengkuh aku, adikku, dan ibu dari kehidupan jalan yang miskin dan nestapa.
Memberikan makanan, tempat berteduh, sekolah dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikan bagi keluarga kami.
Memberikan kasih sayang, perhatian dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun.
Dan lihatah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami.
Tak pantas.
Maafkan aku, Ibu.
Perasaan kagm, tersepona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masih dikepang dua.
Sekarang, ketika ku tahu dia boleh jadi tidak menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah...
Biarkan aku luruh ke bumi seperti sehelai daun....
Daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggukan dari tangkai pohonnya.
oleh:
Tere-Leye
darwisdarwis@yahoo.com
www.goodreads.com
13.5.12
Adat Istiadat yang Membelenggu Kebudayaan Suku Baduy
Posted by Diposting oleh Erlin | di 00.10 | 0 komentar
Provinsi Banten memiliki masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat tradisi yaitu suku baduy yang tinggal di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak. Masyarakat Kanekes secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu tangtu, panamping, dan dangka.
Kelompok tangtu (baduy dalam), suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar. Memiliki kepala adat yang membuat peraturan-peraturan yang harus dipatuhi biasa disebut Pu’un. Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.
Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar), mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah.
Kelompok Baduy Dangka, mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam).
Mata pencarian masyarakat Baduy yang paling utama adalah bercocok tanam padi huma dan berkebun serta membuat kerajinan koja atau tas dari kulit kayu, mengolah gula aren, tenun dan sebagian kecil telah mengenal berdagang.
Kepercayaan yang dianut masyarakat Kanekes adalah Sunda Wiwitan.didalam baduy dalam, Ada semacam ketentuan tidak tertulis bahwa ras keturunan Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid tidak boleh masuk ke wilayah Baduy Dalam. Jika semua ketentuan adat ini di langgar maka akan kena getahnya yang disebut kuwalat atau pamali adalah suku Baduy sendiri.
“Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung”
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya yang disebut Puun berjumlah tiga orang. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan, dan jaro pamarentah. Jaro tangtu bertanggung jawab pada pelaksanaan hukum adat pada warga tangtu dan berbagai macam urusan lainnya. Jaro dangka bertugas menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Kanekes. Jaro dangka berjumlah 9 orang, yang apabila ditambah dengan 3 orang jaro tangtu disebut sebagai jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan. Adapun jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Kanekes dengan pemerintah nasional, yang dalam tugasnya dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampong
Suku Badui Dalam
Suku Badui ini terbagi atas 2 bagian yaitu Badui Luar dan Badui Dalam. Suku Badui Dalam masih sangat tertutup dengan orang asing, orang baru.Dari 400 jumalh penduduknya, terdiri atas 40 kepala keluarga Kajeroan.Mereka tinggal di Tanah Larangan yang teridiri atas 3 desa, yaitu; desa Cibeo, desa Cikertawana, dan desa Cikeusik. Suku Badui Dalam ini merupakan suku aslinya masyarakat Badui. Banyak hal tabu yang diyakini secara ketat di Suku Badui Dalam ini dan sangat terbatas berhubungan dengan dunia luar. Bahkan di era Soeharto yang saat itu akan membangun fasilitas pendidikan demi memajukan anak-anak Baduy sebagai aset masa depan pun, itu ditolaknya. Karena bagi mereka, pendidikan itu berlawanan dengan pola tradisional yang mereka anut. Dengan demikian sangat jarang orang Suku Badui ini yang bisa baca tulis. Suku Badui Dalam sangat kuat mendapatkan pengaruh Islam, namun tidaklah demikian dengan Suku Badui Luar. Mereka hanya menggunakan baju berwana hitam dan biru.
Suku Badui Luar
Orang-orang Suku Badui Luar menganut Agama Sunda Wiwitan, yang merupakan perpaduan antara paham Hindu dengan kepercayaan masyarakat setempat. Agama ini lebih mirip dengan Kepercayaan Kejawen atau Animisme Kejawen yang banyak mendapatkan pengaruh dari agama Hindu-Budha. Masyarakat Suku Badui Luar merupakan filter bagi masyarakat Suku Badui Dalam. Suku Badui Luar yang memiliki 22 desa ini . Merekapun memiliki sistem yang di tabu kan namun tidaklah seketat di masyarakat Suku Badui Dalam. Secara umum mereka memberikan peraturan tabu untuk melakukan pembunuhan, mencuri, berbohong, mabuk, makan di malam hari, memakai bunga sebagai asesoris, memakai parfum, menerima pemberian emas atau perak, memegang uang, memotong rambut, tdk boleh bertani (sawah basah), tidak boleh menggunakan pupuk dan peralatan modern lain untuk segala pekerjaan di ladang, dll. Namun demikian, Suku Badui Luar lebih bisa menerima orang-orang dari luar kelompoknya atau orang-orang asing, dan juga lebih bisa menerima konsep-konsep yang lebih modern. Selain menggunakan baju yang lebih beraneka warna, mereka juga banyak yang merantau dan bekerja di Jakarta, Bandung, dan Bogor. Meski berburu hewan masih dilarang di Suku Badui Dalam, namun masyarakat Suku Badui Luar ini melatih anjing untuk berburu hewan sebagai salah satu makananya.
23.4.12
Masalah Yang Timbul Akibat Keanekaragaman Masyarakat Multikuttural
Posted by Diposting oleh Erlin | di 22.06 | 0 komentar
GEJOLAK
KONFLIK DI BUMI NGAYOGYAKARTA HADININGRAT
Sentak pula rakyat di seluruh pelosok Negri semakin bersimpati dan berempati akan keadaan para saudara-saudara di Yogyakarta.Reaksi gerakan social aktif dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, dari warga sipil, mahasiswa, LSM, serta para pengamat social yang melihat dengan berbagai sudut pandang. Bahwa walau bagaimanapun kecerobohan SBY melontarkan kata "monarki" adalah salah. Salah waktu, salah tempat dan salah strategi.
Jadi, bagaimana mungkin SBY meminta publik untuk tidak mereduksi persoalan keistimewaan Yogya hanya pada tataran suksesi gubernur.Memang tinggal masalah itu yang menggantung selama sewindu sejak konsep RUUK berada di tangan pemerintah. Mereka sudah jengah menanti usainya pembahasan RUUK ini dan lalu disulut dengan kata "monarki".
mengambil alih kekuasaan kolonial dari tangan Belanda pada 1942, penguasa militer Dai Nippon di Jakarta juga mengangkat Sultan Yogyakarta sebagai penguasa tunggal di Yogyakarta. Walau Sri Sultan Hamengku Buwono IX berpendidikan Belanda, saat Belanda kembali ke Indonesia setelah Jepang menyerah kepada sekutu pada 15 Agustus 1945, beliau menunjukkan sikap nasionalismenya yang tinggi sebagai pendukung kemerdekaan Republik Indonesia.Seperti para pemimpin di Aceh, Sultan Yogyakarta juga mendukung proklamasi kemerdekaan RI dan menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tak cuma itu, pada 5 September 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII membuat Maklumat Politik menegaskan kembali bergabungnya Yogyakarta sebagai bagian dari NKRI.Patut diingat bahwa wilayah Republik Indonesia saat itu masih sangat terbatas di beberapa bagian Sumatera, Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur di tengah wilayah-wilayah yang masih dikuasai Belanda yang kemudian menjadi negara-negara Pasundan, Madura, Negara Indonesia Timur, dan lain sebagainya.
Saat keberadaan Republik Indonesia semakin di ujung tanduk, sesuai dengan Perjanjian Linggarjati, adalah Sultan Hamengku Buwono IX yang memberi tempat perlindungan kepada para pemimpin republik dan memberi wilayah Yogyakarta sebagai ibu kota perjuangan Republik Indonesia. Tidaklah mengherankan jika pada 15 Agustus 1950 pemerintah RI memberikan keistimewaan kepada Aceh dan Yogyakarta karena dukungan penuh mereka kepada Republik yang masih muda itu.Sultan Hamengku Buwono IX adalah juga seorang republikan sejati, walau ia seorang sultan atau raja. Sumbangsih Kesultanan Ngayogyakarta bukan hanya dukungan politik semata, melainkan juga dana dan wilayah. Tanah yang digunakan oleh Universitas Gadjah Mada adalah tanah Kesultanan Yogyakarta. Yogyakarta juga pernah menjadi ibu kota negara saat Jakarta digempur dan diduduki Belanda.Adalah Sultan Yogya pula yang memberi inspirasi dan dukungan penuh kepada tentara di bawah Letnan Kolonel Soeharto (kemudian menjadi Presiden RI kedua) untuk melakukan Serangan 1 Maret 1948 sebagai simbol bahwa Republik Indonesia masih ada. Seperti kata Bung Karno, kita sebagai bangsa, apalagi pimpinan nasional, “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah (Jas Merah)!”Satu hal penting lainnya, keistimewaan Yogyakarta dan Aceh juga dijamin keberadaannya oleh konstitusi kita, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 18B. Karena itu, keistimewaan Yogyakarta dengan segala bentuk kesultanannya berada di bawah naungan atau berada di bawah payung hukum konstitusi negara kita. Pertanyaannya, apakah Yogyakarta sebuah monarki? Jika kita membaca buku Sultan Hamengku Buwono IX, Tahta untuk Rakyat, jelas Yogyakarta bukanlah suatu monarki absolut, melainkan suatu monarki kultural sebagai akibat dari bergabungnya Yogyakarta ke dalam NKRI.
Buku Tahta untuk Rakyat juga memperlihatkan betapa Yogyakarta bukan lagi Monarki Politik. Sebagai Ngarso Dalem atau raja, Sultan Hamengku Buwono IX dan diteruskan oleh Sultan Hamengku Buwono X benar-benar mengabdikan dirinya untuk kesejahteraan rakyat, bukan sebaliknya.
Dalam terminologi Jawa dikenal, bagi yang menang, “Menang tanpa ngasorake” atau kemenangan tanpa harus menafikan kelompok minoritas atau menyoraki yang kalah. Bagi yang kalah, terdapat kewajiban untuk menerima kekalahan politik tanpa membuat keonaran atau “Kalah tanpa banda.” Kelemahan lain dari demokrasi ialah jika yang berlaku adalah democratic auuthoritarianism, yakni menggunakan sistem demokrasi untuk menjalankan sistem otoriter seperti yang dilakukan Hitler setelah terpilih menjadi Kanselir Jerman pada 1933.
Lebih buruk lagi jika democratic authoritarianism juga menciptakan presidential monarch seperti pada era Orde Baru, yaitu karena kemenangan politiknya, seorang presiden menjalankan pemerintahannya tanpa adanya pengawasan dari parlemen atau menjalankan pemerintahan dengan tangan besi sendirian. Sistem presidensial adalah sistem demokrasi, tetapi bila digabung dengan monarch (gabungan dari kata mono dan arch atau satu tangan) bisa menjurus pada sistem pemerintahan yang otoriter.
Persoalan negara harus lebih dikedepankan ketimbang persoalan pribadi. Presiden SBY justru dapat dituduh sebagai pemimpin nasional yang tidak memahami sejarah bangsa dan mengabaikan konstitusi negara jika memaksakan kehendak politiknya mengeliminasi kekuasaan Sultan Yogyakarta yang adalah bagian tak terpisahkan dari keistimewaan DIY.
Jangkauan kekuasaan (range of power), domain kekuasaan (domain of power), dan lingkup kekuasaan (scope of power) pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah di era reformasi ini, terlebih lagi di daerah yang menurut konstitusi negara dijamin keistimewaannya dan juga dijamin kekhususan otonominya sesuai dengan UU yang berlaku memang ada batasnya.